• wantilandesaid@gmail.com
  • 0851-5621-8436
News Photo

Stop Bullying Di Lingkungan Sekolah

Akhir-akhir ini kondisi Bully di tingkat sekolah di Nusantara ini semakin memprihatinkan bahwa sudah mengarah pada tindakan kekerasan yang berujung pada urusan hukum. Tentunya hal ini menjadi perhatian semua pihak karena masalah ini juga menjadi salah satu sorotan dalam penilaian PISA (Programme for International Student Assessment).

Penilaian yang dilakukan setiap 4 tahun sekali ini, menunjukkan peringkat Indonesia semakin tahun semakin menurun menambah semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh dunia Pendidikan yang menuntut peran semua pihak dalam memperbaiki kondisi Pendidikan kita saat ini. 

 

Saat ini bully bukan hanya terjadi dikalangan peserta didik saja tetapi juga terjadi di kalangan Guru seperti yang terjadi baru-baru ini di sebuah sekolah di Medan. Sungguh sangat memprihatinkan dan sangat jelas-jelas mencoreng dunia Pendidikan di Nusantara ini. Bagaimana sekolah bebas dari bully jika pada pendidiknya sendiripun melakukan bully?

Lalu dimana fungsi pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Lembaga terkait terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh Sekolah. Bukan tidak mungkin hal-hal seperti yang terjadi di Medan, terjadi juga di sekolah-sekolah daerah lain yang pada ujungnya akan membuat institusi Pendidikan di Nusantara ini semakin terpuruk.

Ada beberapa hal menurut penulis yang perlu dilakukan dalam menghadapi masalah bully ini : 

  1. Sekolah harus memberikan perhatian tersendiri dalam Pendidikan Karakter. Pendidikan karakter yang dimulai sejak Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjadi salah satu kunci dalam memerangi terjadinya bully. Sekolah seharusnya dilatih dalam membuat kurikulum anti bully karena Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri sudah memberikan kebebasan bagi sekolah dalam menentukan kurikulumnya. Tidak hanya sampai tingkat menengah, Pendidikan karakter sendiri juga perlu dilakukan hingga perguruan tinggi seperti yang dilakukan oleh BINUS University sendiri kepada Mahasiswa-mahasiswanya melalui mata kuliah Character Building yang tujuannya membentuk lulusan-lulusan yang hebat dengan karakter hebat.
  2. Tingkatkan peran Guru Bimbingan Konseling. Guru Bimbingan Konseling seyogianya tidak hanya menangani murid-murid bermasalah saja tetapi Guru BK harus menyusun konsep untuk melakukan pencegahan terjadinya bully disekolah. Disamping itu, Guru BK harus lebih peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada diri peserta didiknya, lingkungan sekolah, prestasi siswa dan lain sebagainya yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang dilakukan di lingkungan sekolah karena pada dasarnya bully yang terjadi pada siswa terdapat tanda-tanda dan cenderung berulang sehingga perlu kecermatan dari Guru BK dalam melihat tanda-tanda tersebut.
  3. Bekali Guru dengan kemampuan konseling. Guru merupakan ujung tombak dalam melaksanakan proses Pendidikan di sekolah dan waktu mereka dalam berinteraksi dengan anak juga cukup lama di sekolah, sehingga Guru juga perlu untuk dapat lebih peka dalam melihat tanda-tanda terjadinya bully dan segera melakukan konseling dengan peserta didik tersebut supaya bully dapat segera dihentikan. Guru juga perlu melakukan kolaborasi dengan Guru BK untuk mendapatkan opsi-opsi yang dapat dilakukan dalam mengatasi bully yang terjadi pada peserta didik.
  4. Perlunya jalinan komunikasi yang lebih erat antara sekolah dan orang tua. Untuk menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari bully termasuk dalam hal ini adalah lingkungan keluarga. Jika dicermati proses Pendidikan di negara-negara lain seperti Pendidikan di Finlandia, peran orang tua dari peserta didik memiliki peran yang cukup besar, salah satu contohnya adalah jika sekolah akan mengadakan kegiatan pameran pendidikan atau school camp. Porsi orang tua lebih besar dalam pelaksanaan tersebut sehingga ada harmonisasi antara Guru di sekolah dan orang tua dirumah dalam menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan aman untuk peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Hal seperti ini masih sangat jarang terjadi di sekolah-sekolah di Nusantara ini.
  5. Buat wadah pengaduan yang mudah diakses oleh peserta didik. Pada umumya seorang anak yang mengalami bully cenderung takut untuk melaporkan ke Gurunya karena takut di cap “cupu”, “pengecut” dan julukan-julukan lain yang ujungnya membuat dia lebih mengalami bully yang lebih berat dan terkadang dia tidak sanggup untuk menahannya karena terus berulang dan berulang sehingga tidak jarang ada anak yang memilih untuk mengakhiri hidupnya. Di zaman teknologi canggih saat ini sekolah semestinya sudah mampu untuk membuat form pengaduan secara digital dan dapat diakses hanya melalui smartphone yang dimiliki oleh anak ataupun milik orangtuanya dan satu hal yang pasti, identitas dari pelapor terlindungi dengan baik sehingga dia tidak mendapat bully dari temannya.  
  6. Lebih mendekatkan anak-anak kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bagaimanapun manusia memiliki keterbatasan termasuk dalam mengatasi masalah bullying yang terjadi dalam lingkungan peserta didik kita. Tentunya dengan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan melalui kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah, di rumah ataupun di tempat ibadah dapat menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mengatasi permasalahan ini. Dengan lebih dekat kepada Tuhan, maka anak-anak yang mengalami bully akan lebih kuat dan tidak mengambil jalan pintas yang sama sekali kita inginkan.

Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk memerangi bully, apa yang penulis sampaikan disana hanyalah sebagian kecil dari usaha yang dapat kita lakukan dalam memerangi bully asalkan ada kemauan dan niat yang baik dalam melaksanakan pencegahan bully khususnya dalam lingkungan Pendidikan. STOP BULLIYING

Bagikan Berita Ini

Komentar

DESA WANTILAN